10/08/2017

Harga Diri Zafran


HARGA DIRI ZAFRAN


Berlari dan terus berlari itu lah hal yang dilakukan Zafran. Pengecut memang untuk ukuran seorang laki - laki yang lebih memilih berlari dan menghindar dari rasa takutnya dibanding menghadapinya. Namun tunggu memang terkadang dalam hidup ada rasa takut yang tidak bisa untuk dihadapi atau dihapus. Sebuah rasa trauma akan rasa sakit yang  datang ke dalam batin dan pikiran. Itu lah hal yang dirasakan Zafran, seorang remaja yang ceria dan tidak tega untuk melukai atau menyakiti perasaan orang lain, berubah menjadi Zafran yang cenderung diam, senyuman diwajahnya seakan hilang dan raut mukanya menggambarkan ketakutan akan suatu hal. Zafran sendiri adalah laki – laki biasa layaknya  yang lainnya. Zafran tumbuh dan berkembang di dalam keluarga sederhana yang menjunjung tinggi nilai tata karma atau kesopanan. Maka dari itu Zafran dibiasakan dari kecil untuk sopan dan santun kepada orang lain termasuk juga dibiasakan untuk tidak melukai perasaan orang lain. 

Lalu apa sebenarnya yang membuat Zafran berubah?, Layaknya seorang remaja pada umumnya, Zafran menjalani hubungan dengan seorang perempuan yang dia cinta yaitu Dinda. Zafran mengenal Dinda sejak dulu awal masuk sma melalui seorang temannya yang notabennya adalah teman Dinda ketika smp. Zafran dan Dinda pun berbeda sma, namun sejak saat itu lah Zafran memulai hubungannya dengan Dinda melalui pertemanan hingga akhirnya Zafran bisa mendapatkan hati Dinda. Zafran berfikir bahwa Dinda adalah seseorang yang bisa menjadi pena yang akan meggoreskan tinta di setiap lembar hidupnya. Hubungan yang dijalaninya berlangsung nyaman bagi zafran hingga 2 tahun berjalan. Sekaligus menambah keyakinan Zafran bahwa Dinda adalah perempuan yang tepat untuknya. 

Hingga suatu ketika Zafran akhirnya merasakan kepahitan dari hubungannya dengan Dinda. Tepat pada sore hari ketika jam pulang sekolah Zafran berjanji kepada sahabatnya yaitu Angga, bahwa akan mengahabiskan waktu bersamanya hingga malam tiba. Namun secara tidak terduga Dinda menghubungi Zafran untuk meminta tolong menjemputnya di rumah temannya, yang lokasinya memang tidak jauh dari sekolah Zafran. Zafran pun bimbang untuk memilih menjemput Dinda atau menempati janjinya dengan Angga. Tanpa pikir panjang Zafran langsung mengambil keputusan untuk menjemput Dinda sekaligus mengajak Angga untuk ikut menemaninnya. Sepuluh menit kemudian Zafran bersama dengan Angga sampai tepat di depan rumah teman Dinda. Zafran dan Angga pun dipersilahkan masuk dan disambut hangat  oleh Dinda dan 2 orang temannya. Semua berjalan seperti yang seharusnya, dimana Zafran berbincang dan berbagi canda tawa dengan Dinda, sedangkan Angga berbincang dengan 2 orang teman Dinda. 

Seketika keadaan menjadi hening dan  mengejutkan ketika Dinda tiba – tiba membentak Zafran di hadapan teman – temannya. Zafran hanya terdiam dan memandang Dinda yang membentaknya dengan raut muka penuh amarah. Angga berserta 2 orang teman Dinda hanya terdiam dan memperhatikan apa  yang terjadi. Tanpa berkata – kata Zafran langsung bangun dan keluar pergi di ikuti oleh Angga yang dengan buru – buru mengejar Zafran yang bersiap untuk pergi dengan menyalakan sepeda motornya. Akhirnya mereka berdua pun pergi tanpa pamit. Setelah itu mereka berdua berhenti di sebuah warung kopi, dimana Zafran langsung memesan kopi hitam dan rokok diiringi raut kekecewaan yang mendalam di wajahnya. Layaknnya seorang sahabat pada umumnya Angga langsung berkata “Udah jangan sedih, mending udahan aja. Secara nggak langsung Dinda udah jatuhin harga diri lu didepan temannya, harga diri Zafran.”. Sambil menghisap rokok Zafran hanya menjawab singkat “Gapapa Dinda mungkin lagi datang bulan, makannya jadi galak.”. Angga pun kembali merespon dengan nada yang tinggi “Jangan bodoh, segalak – galaknya perempuan nggak boleh kayak gitu apalagi didepan umum, harga diri Zafran harga diri Zafran?! Pake logika lu.”. Zafran hanya terdiam tanpa respon dan meminum kopi yang telah dia pesan. Keesokan harinya Dinda menyadari apa yang telah dilakukannya memang hal yang salah dan secara tidak langsung menjatuhkan harga diri Zafran, dan segera meminta maaf kepada Zafran, dengan tangan terbuka Zafran pun memaafkan apa yang telah Dinda lakukan. 

Waktu terus berjalan hingga akhirnya Zafran dan Dinda harus menjalani hubungan jarak jauh. Dimana Dinda harus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar kota. Sedangkan Zafran melanjutkannya di kota yang sama dimana dia tinggal. Jarak membuat Zafran sadar dimana dia harus membagi waktunya terutama untuk Dinda. Begitu pun Dinda, yang juga sadar bahwa jarak membuat waktu bertemu Zafran hanya pada ketika dia pulang kembali ke rumah. Hingga saat yang ditunggu Zafran dan Dinda pun tiba yaitu libur panjang, Dinda segera memberi kabar kepada Zafran akan kepulangannya. Zafran pun sangat antusias dan siap menjemputnya kapan pun dan jam berapa pun Dinda tiba di stasiun. Setiap libur panjang lah Zafran dan Dinda bisa bertemu dan becengrama satu sama lain. 

Memasuki semester 2 kesibukan masing – masing pun mulai padat, ditambah dengan Zafran sangat aktif di kampus terutama jurusan. Sehingga membuat renggang komunikasi yang terjalin antara Zafran dan Dinda. Namun Zafran tetap konsisten memberi kabar di sela aktifitas jurusannya yang padat. Hingga suatu ketika Zafran kembali harus menetukan pilihan, dimana dia harus memilih mengikuti acara jurusannya atau menjemput sekaligus menemani Dinda. Akhirnya Zafran pun memilih untuk menemani Dinda, dan ketika itu juga Zafran mendapat komentar dan cemoohan dari banyak temannya karena lebih mementingkan Dinda dari pada jurusan terutama temannya. Pada saat itu Zafran hanya berfikir bahwa itu adalah pilihan tepat dan dia juga tidak terlalu memperudulikan berbagai komentar dari banyak temannya. 

Namun mulai seiring waktu berjalan Dinda mulai menekan Zafran untuk lebih meluangkan banyak waktu untuknya. Sampai pada akhirnya kekecewaan kembali dirasakan Zafran. Ketika Dinda kembali pulang dan seperti biasa Zafran selalu siap untuk menjemputnya. Namun sial bagi Zafran di perjalanan menjemput Dinda, Zafran terjebak dalam kemacetan yang panjang yang membuatnya telat datang. Sekaligus membuat Dinda menunggu 90 menit setelah sampai di stasiun. Sesampainya di stasiun Zafran langsung meminta maaf dan menjelaskan apa  yang membuatnya terlambat selama itu, namun sayang semua penjelasan Zafran tidak diterima oleh Dinda yang langsung marah ke hadapan Zafran. Untuk kedua kalinya Zafran hanya diam dan lebih memilih mengalah. Kali itu Zafran tidak terlalu memikirkan bahwa sesungguhnya dia sudah berusaha untuk menjemput Dinda walaupun telat dan tidak disengaja, Dinda juga kembali secara tidak langsung menjatuhkan harga diri Zafran kedua kalinya dengan tidak melihat usaha Zafran menjemputnya, yang Zafran lakukan saat itu hanya membujuk dan meminta maaf ke Dinda agar redah rasa amarah di dalam dirinya. 

Semua kembali normal dan Zafran pun sepeti biasa menghabiskan liburannya bersama Dinda. Namun keadaan kembali rumit ketika Zafran dan Dinda kembali ke rutinitasnya masing – masing. Dinda semakin menekan Zafran untuk selalu bisa kapan pun memberi kabar kepada Dinda. Hingga pada akhirnya Zafran dan Dinda sering bertengkar melalui pesan dan telfon. Karena memang waktu yang Zafran punya bukan hanya untuk Dinda. 

Pada saat itu juga Dinda berhasil menjatuhkan kembali harga diri Zafran untuk ketiga kalinya, sekaligus membuat Zafran benar – benar terpukul melalui kalimat yang Dinda lepaskan, dengan nada tinggi Dinda berkata “kamu nggak pernah bisa memperlakukan perempuan layaknya seorang laki – laki memperlakukan perempuannya.”. Seketika Zafran terdiam dan sedih mengingat usaha dan perjuangannya selama 5 tahun menjalani hubungan ini masih kurang dari cukup untuk Dinda, dan untuk terakhir kalinya Zafran kembali menelan kekecawaan yang sangat mendalam yang ada dibenaknya adalah menyudahi semuanya. 

Akhirnya Zafran dan Dinda pun tidak melakukan komunikasi selama 2 minggu lamannya. Hingga Dinda pun menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah sekaligus secara langsung menjatuhkan harga diri Zafran dan meminta maaf kepada Zafran. Namun sayang kali ini Zafran hanya bisa memaafkan tanpa bisa menerima kembali Dinda layaknya kesalahan – kesalahannya dulu yang pernah Dinda lakukan. Pada saat itu juga Zafran berubah menjadi cenderung diam dan berkata secukupnya. Sesekali terlihat raut sedih di wajahnya ketika teringat apa yang dialaminya. Dia sadar mencintai seseorang terlalu dalam membuatnya lupa bahwa luka terbaik berasal dari seseorang yang terbaik dalam kehidupan, dan dia sadar bahwa ada 3 hal yang tidak akan bisa ditukar oleh apapun itu yaitu agama,keluarga dan yang paling utama adalah harga diri.

21 komentar:

  1. Masukkan aja ya.. Alur ceritanya terbilang klasik, tapi kalo emang pengen cerita asli, bikin detail kecil aja kayak "menyuput kretek", sama pembendaharaan diksinya diperbanyak juga kayak raut diganti rona. Semangattt berkarya!
    Salam literasi!

    BalasHapus
  2. wahhh kerennn������

    BalasHapus
  3. Bisa dijadikan novel nih, terus kembangkan karya nya yaa. Semangat(:

    BalasHapus
  4. Tulisan yang bagus, semoga bisa dikembangkan lagi yaaa. Semangattt

    BalasHapus
  5. Bagus bisa dilanjutin terus nulisnya biar makin sukses! Semangat!

    BalasHapus
  6. Bagusss terus dilanjutin biar makin sukses! Semangat!

    BalasHapus
  7. Lumayan diksi dan alurnya nih, harus dikembangin lagi fan!

    BalasHapus
  8. bagusss. kembangin terus ya nulisnya👍

    BalasHapus
  9. bagusss. kembangin lg ya nulisnya👍

    BalasHapus
  10. Tulisannya bagus, selalu semangat ya untuk berkarya :)

    BalasHapus
  11. Bagusss!! Selalu semangat ya dalam berkarya :)

    BalasHapus
  12. Ambil hikmah dr cerita tersebut dalam berkehidupan sehari2 cerita yang bagus dan memiliki nilai kehidupan

    BalasHapus
  13. Keren ceritanya bang, tapi Ada Kapita serta tanda baca yg harus diperbaiki. Selebihnya keren

    BalasHapus
  14. Tulisan yg bagus, semangat dalam mengembanhkan potensinya dan jgn takut untuk terus berkarya!

    BalasHapus
  15. karena gw buka blog ini diminta temen gw buat koment. jadi gw mau koment. awalnya pas baca kayak tulisan perempuan. kayaknya lu belom nemu gaya nulis. jadi coba lebih sering nulis lagi. cara penggambaran suasannya lebih di efektifin. kalo bisa dibuat satu kalimat ya buat satu kalimat aja. tapi bagus kok, cuma masih ngebosenin... kalo sering nulis dan udah nemu gaya nulisnya pasti bagus deh... samangat ya
    ini udah bagus kok seriusss udah ada alurnya
    cuma ya ituu gw agak bosen... ada bagian yg gw skipp baca
    tapi gw nangkep alur ceritanya

    BalasHapus